Kamis, 31 Desember 2009

Faktor Budaya Sebagai Faktor Penentu Perilaku Konsumen

Konsumen adalah individu yang mempunyai warna tersendiri tiap-tiap individunya, sebagai pemasar kita perlu memahami konsep pemikiran mereka dengan mereka faktor yang mempengaruhi konsumen, seperti faktor -faktor kebudayaan.


Faktor-faktor kebudayaan berpengaruh luas dan mendalam terhadap perilaku konsumen. Kita akan membahas peranan yang dimainkan oleh kebudayaan, sub budaya, dan kelas sosial pembeli.


Kebudayaan

Adalah faktor penentu keinginan dan perilaku seseorang yang paling mendasar. Jika makhluk yang lebih rendah perilakunya sebagian besar diatur oleh naluri, maka perilaku manusia sebagian besar adalah dipelajari.

Anak yang dibesarkan dalam sebuah masyarakat mempelajari seperangkat nilai dasar, persepsi, preferensi, dan perilaku melalui sebuah proses sosialisasi yang melibatkan keluarga dan berbagai lembaga penting lainnya. Karena itu, seseorang anak yang dibesarkan dalam kebudayaan tertentu akan mempunyai nilai-nilai kebudayaan tertentu pula (seperti nilai prestasi dan keberhasilan, aktivitas, efisiensi, dan kepraktisan, kemajuan, kenyataan, kenyamanan material, individualisme, kebebasan, kenikmatan eksternal, kemanusiaan dan sikap serta jiwa muda).


Sub Budaya

Setiap budaya mempunyai kelompok-kelompok sub budaya yang lebih kecil yang merupakan identifikasi dan sosialisasi yang khas untuk perilaku anggotanya.


Kelas Sosial

Sebenarnya, semua masyarakat manusia menampilkan lapisan-lapisan sosial. Lapisan-lapisan sosial ini kadang-kadang berupa sebuah sistem kasta dimana para anggota kasta yang berbeda memikul peranan tertentu dan mereka tak dapat mengubah keanggotaan kastanya. Malah lebih sering lapisan sosial itu berbentuk kelas sosial. Kelas sosial adalah sebentuk kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam sebuah masyarakat yang tersusun dalam sebuah urutan jenjang dan para anggota dalam setiap jenjang itu memiliki nilai, minat dan tingkah laku sama.


Sumber:

http://share.ciputra.ac.id/



Definisi Perilaku Konsumen

Perilaku Konsumen adalah perilaku yang konsumen tunjukkan dalam mencari, menukar, menggunakan, menilai, mengatur barang atau jasa yang mereka anggap akan memuaskan kebutuhan mereka.

Definisi lainnya adalah bagaimana konsumen mau mengeluarkan sumber dayanya yang terbatas seperti uang, waktu, tenaga untuk mendapatkan barang atau jasa yang diinginkan.

Analisis tentang berbagai faktor yang berdampak pada perilaku konsumen menjadi dasar dalam pengembangan strategi pemasaran. Ya, pemasar wajib memahami konsumen, seperti apa yang dibutuhkan, apa seleranya, dan bagaimana konsumen mengambil keputusan.

Alasan mempelajari perilaku konsumen antara lain :

1. Analisis ini akan membantu para manajer untuk :

a. Mendesain bauran pemasaran
b. Mensegmen pasar bisnis
c. Memposisikan dan mendiferensiasikan produk
d. Melaksanakan analisis lingkungan
e. Mengembangkan studi riset pasar

2. Perilaku konsumen harus memainkan peranan yang penting dalam pengembangan kebijakan publik

3. Studi terhadap hal ini akan memungkinkan seseorang menjadi konsumen yang lebih efektif

4. Analisis konsumen memberikan pengetahuan menyeluruh tentang perilaku manusia

5. Studi perilaku konsumen juga memberikan tiga jenis informasi :

a. Orientasi Konsumen
b. Fakta-fakta tentang perilaku manusia
c. Teori-teori yang menjadi pedoman proses pemikiran

Terkait dengan perilaku konsumen, maka terkait pula dengan prinsip 5W+1H :

  • Why : Mengapa mendapatkan barang/jasa tersebut ?
  • What : Berupa apa barang/jasa tersebut ?
  • Who : Siapa yang mendapatkan barang/jasa itu ?
  • When : Kapan bisa didapatkan barang/jasa tersebut ?
  • Where : Dimana barang/jasa tersebut bisa didapatkan ?
  • How : Bagaimana barang/jasa tersebut didapatkan ?
Menurut James F. Engel - Roger D. Blackwell - Paul W. Miniard dalam Saladin terdapat tiga faktor yang mempengaruhinya, yaitu :
  • Pengaruh lingkungan, terdiri dari budaya, kelas sosial, keluarga dan situasi. Sebagai dasar utama perilaku konsumen adalah memahami pengaruh lingkungan yang membentuk atau menghambat individu dalam mengambil keputusan berkonsumsi mereka. Konsumen hidup dalam lingkungan yang kompleks, dimana perilaku keputusan mereka dipengaruhi oleh keempat faktor tersebut diatas.
  • Perbedaan dan pengaruh individu, terdiri dari motivasi dan keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, gaya hidup, dan demografi. Perbedaan individu merupkan faktor internal (interpersonal) yang menggerakkan serta mempengaruhi perilaku. Kelima faktor tersebut akan memperluas pengaruh perilaku konsumen dalam proses keputusannya.
  • Proses psikologis, terdiri dari pengolahan informasi, pembelajaran, perubahan sikap dan perilaku. Ketiga faktor tersebut menambah minat utama dari penelitian konsumen sebagai faktor yang turut mempengaruhi perilaku konsumen dalam penambilan keputusan pembelian.
Sumber:
http://www.anneahira.com/

Krisis Ubah Perilaku Konsumen

Krisis keuangan global mungkin telah memaksa banyak orang menunda liburan impiannya. Namun, konsumen rupanya masih mau membelanjakan uang untuk barang yang dianggap penting, yaitu produk kecantikan dan perawatan kesehatan.

Sebuah survei internasional oleh perusahaan riset pasar, Synovate, memperlihatkan pengeluaran untuk kosmetik dan perawatan kesehatan tampaknya tetap bertahan. Padahal, merosotnya perekonomian belakangan ini telah mengubah perilaku konsumen di seluruh dunia.

Survei itu menemukan, 41 persen orang merencanakan membelanjakan jumlah yang sama untuk kosmetik, seperti sebelum mulainya krisis ini. Hanya 27 persen yang mengatakan mereka akan mengurangi pengeluaran.

Sementara untuk produk-produk perawatan kesehatan, 55 persen responden mengatakan mereka akan membelanjakan jumlah yang sama. Hanya hanya 17 persen yang akan mengurangi pengeluaran.

Survei itu menanyai 11.500 orang di belasan negara, termasuk Brasil, Yunani, Meksiko, Belanda, Rusia, Inggris, dan AS.

Walau ada prakiraan ekonomi yang suram di negara mereka, responden dari Denmark, Brasil, dan Malaysia merupakan yang paling optimistis mengenai kekuatan perekonomian mereka. Adapun mereka yang dari AS dan Inggris adalah responden yang paling pesimistis.

AS telah terjebak dalam resesi ekonomi. Sementara data bulan Desember memperlihatkan Inggris bergerak mendekat ke resesi. Krisis ekonomi dunia muncul sejak tahun lalu, berawal dari krisis sektor perumahan AS yang kemudian memukul pasar keuangan global dan mengimbas ke perekonomian dunia.

Secara keseluruhan, konsumen di banyak negara mengatakan mereka mengurangi pengeluaran uang untuk barang- barang mewah.

Hanya 10 persen dari responden di Brasil yang mengakui akan membelanjakan lebih banyak untuk barang mewah. Sementara 49 persen penduduk Hongkong dan 72 persen warga Denmark mengatakan, pengeluaran mereka untuk barang-barang mewah akan tetap sama.

Lebih banyak konsumen, terutama di Brasil, Inggris, Perancis, Yunani, dan AS, mengatakan, mereka akan lebih ketat melihat harga sebelum berani melakukan transaksi.

Namun, banyak pembeli di Malaysia, Taiwan, dan Hongkong yang mengatakan mereka tidak terlalu memerhatikan harga barang sebelum membeli.

Kini, membeli tanpa perencanaan menjadi cerita lalu. Tak ada lagi pembeli yang membeli hanya karena suasana hati. Ini yang dungkapkan sekitar 82 persen orang Amerika, 76 persen orang Inggris, 78 persen orang Belgia, dan 70 persen orang Perancis.

Namun, 55 persen orang Hongkong dan 72 persen orang Denmark mengatakan membeli secara impulsif dalam jumlah yang sama seperti sebelumnya.

Berlibur dan barang-barang bermerek merupakan yang hal pertama yang harus dikorbankan kala anggaran keluarga dipotong. Namun, pilihan-pilihan ini berbeda di seluruh dunia.

Bagi orang Amerika dan Yunani, makan di restoran bersama keluarga dan teman adalah hal pertama yang dicoret. Sementara orang Romania menunda membeli alat-alat berteknologi tinggi.

Orang Serbia memilih mengorbankan liburan, tetapi 81 persen orang Denmark menyebut tak ada yang mereka korbankan.

Sumber:
http://www.artikel-indonesia.co.cc/

Persepsi Konsumen

Pengertian :
Proses di mana individu memilih, mengorganisasikan dan mengintrepretasikan stimuli tertentu menjadi sesuatu yang bermakna (Schiffman & Kanuk, 2004).

Persepsi Konsumen terhadap Resiko Membeli
1. Resiko Keuangan (terutama yang daya belinya menengah ke bawah)
2. Resiko Kinerja Produk / Jasa yang dibeli
3. Resiko Psikologis (misanya gengsi atau setelah membeli jadi kecanduan)
4. Resiko Fisiologis (kesehatan)
5. Resiko Sosial (penerimaan sosia / keluarga setelah beli produk tsb)
6. Resiko Waktu (waktu yang dipakai terkait dengan pembelian produk tsb & sesudahnya)
Hal ini juga dipengaruhi oleh tipe kepribadian dan budaya konsumen serta jenis barang yang dibeli.

Cara Mengatasi (memperkecil) Resiko yang Biasa dilakukan oleh Konsumen
1. Mencari informasi
2. Membeli produk yang bergaransi
3. Loyal terhadap merk
4. Pilih yang Citra Merknya Baik
5. Pilih Tokoh yang Terpercaya
6. Pilih Produk yang Harganya lebih Mahal
Berdasarkan cara-cara yang biasa digunakan tersebut, maka muncul strategi pemasaran untuk mengatasi (memperkecil) resiko tersebut, misalnya menyediakan informasi yang lengkap, garansi, costumer service, kesempatan untuk mencoba, after sales service & repairation, dsb.

Persepsi Terhadap Kualitas
Dimensi layanan kualitas (Tutik Suryani, dkk., 2007)
a. Reliabilitas : kekonsistenan terhadap janji, misalnya jam buka & tutup, janji reward
b. Ketanggapan : kecepatan dalam melayani atau merespon komplain
c. Kompetensi : kemampuan dan ketramilan dalam menyajikan produk / jasa
d. Akses : kemudahan konsumen dalam menjumpai pimpinan atau staf dari perusahaan
e. Kesopanan : sopan santun dalam pelayanan yag diberikan
f. Kemampuan Berkomunikasi : kemampuan staf dalam bertanya atau menjawab konsumen secara tepat
g. Kredibilitas : terkait dengan kejujuran yang memunculkan kepercayaan konsumen
h. Keamanan : cukup mutlak dalam segala jenis usaha
i. Lokasi, gedung, sarana-prasarana : ikut mempengaruhi persepsi konsumen terhadap kualitas

Sumber:
http://share.ciputra.ac.id/

Motivasi Pembelian Pada Perilaku Konsumen

Kegunaan dari mengetahui motivasi Pembelian adalah untuk mengidentifikas perilaku pelanggan sehingga dapat diketahui pola pembelian, agar penjualan dapat lebih berhasil, yang terdiri dari:

1. Motivasi pembelian adalah motif membeli dan keinginan umum naluriah manusia, yaitu alasan atau sebab seseorang melakukan pembelian, dengan tujuan memenuhi kebutuhannya, yaitu:
a. Akal (rasional)
b. Pelayanan toko (service)
c. Kebutuhan mendesak

2. Faktor intern (dalam) dan Ekstern (luar)
3. Psikologis

1. Motivasi pembelian
a. Akal (rasional)
Pembelian produk yang disertai dengan pemikiran bahwa produk yang dibeli memang dibutuhkan, dan sesuai dengan kemampuan daya beli yang dimilikinya

b. Pelayanan toko (service)
Keinginan membeli produk timbul akibat dari pelayanan yang memuaskan, baik dari kualitas produknya maupun fasilitas yang disediakan pihak toko

c. Kebutuhan mendesak
Keingian membeli produk karena memang merupakan kebutuhan yang mendesak dan harus diadakan, misalnya pengendara motor, waktu musim hujan membutuhkan jas hujan


2. Faktor ekstern/luar
Pembelian dilakukan karena pengaruh dari:
a. Orang yang pertama mempunyai ide atau gagasan (initiator)
b. Orang yang mempengaruhi keputusan pembelian (influencer)
c. Orang yang menentukan sebagian atau keseluruhan pembelian (Key)
d. Orang yang melaksanakan pembelian (purchaser)

Sumber:
http://118.98.219.138/edukasinet/files/smk/mp_271/materi02a.html

Sabtu, 12 Desember 2009

Pendapatan Industri Asuransi Jiwa Naik 69,28%

Kinerja industri asuransi jiwa nasional pada triwulan III 2009 membukukan total pendapatan Rp 61,95 triliun atau naik 69,28% jika dibandingkan dengan total pendapatan pada periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp 36,6 triliun.

Dari total pendapatan tersebut, pendapatan resmi asuransi jiwa berkontribusi sebesar Rp 43,36 triliun atau tumbuh 14,44% jika dibandingkan dengan periode yang sama pada tahun lalu. Total pendapatan nonpremi asuransi jiwa pada periode ini berkontribusi sebesar Rp 18,59 triliun. Dari total pendapatan premi, Rp 28,61 triliun diantaranya merupakan pendapatan premi produksi baru.

Sumber:

Media Indonesia. Jumat, 11 Desember 2009

Penyelundupan Ponsel Marak Sepanjang Tahun 2009

Data Departemen Keuangan menyebutkan penyelundupan ponsel dan aksesorisnya naik dari 85 kasus pada 2008 menjadi 141 kasus hingga saat ini. Potensi kerugian negara mencapai Rp 74,09 miliar. Angka itu melonjak 700% jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya mengalami kerugian sebesar Rp 10,964 miliar.

Selain ponsel, kasus penyelundupan lain yang meningkat adalah tekstil dan produk tekstil. Keduanya termasuk lima produk yang impornya dibatasi melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 44 Tahun 2008, yang berlaku sejak awal 2009.

Secara keseluruhan, temuan kasus penyelundupan teratas masih ditempati psikotropika/narkotika dengan potensi kerugian Rp 333,709 miliar pada tahun 2009, sedangkan pada tahun 2008 mengalami kerugian sebesar Rp 184,868 miliar. Angka ini menunjukkan perubahan yang signifikan terhadap penyelundupan barang terlarang ini, khususnya terhadap perkembangan peredaran narkotika di Indonesia.

Menurut Sri Mulyani, jumlah penindakan pada tahun 2008 mencapai 2.100 kasus dan pada tahun 2009 hingga November 2009 mencapai 2.093 kasus. Ia menyatakan nilai kerugian negara yang berhasil dicegah dari aksi penyelundupan pada 2009 meningkat lebih dari 100% jika dibandingkan dengan tahun 2008. Kerugian negara yang dicegah pada tahun 2008 mencapai Rp 253,94 miliar, sedangkan pada tahun 2009 hingga November 2009 mencapai Rp 597,82 miliar.

Baru-baru ini ditemukan penyelundupan 23 kontainer kayu merbau di Pelabuhan Tanjung Priok. Kepala Bea dan Cukai Tanjong Priok masih menyelidiki kasus tersebut dan masih menunggu prosesnya. Saat ini kayu-kayu tersebut menjadi sitaan Bea dan Cukai Tanjung Priok.

Sumber:

Media Indonesia. Jumat, 11 Desember 2009

Segmen Pasar Premium Makin Kaya, Investasi Meningkat

Pasar premium adalah golongan masyarakat berpendapatan menengah keatas. Golongan premium ini cenderung meningkatkan pendapatannya dengan cara berinvestasi. Kenaikan kekayaan dari hasil bekerja maupun berbisnis mendorong segmen premium Indonesia meningkatkan investasi pada semester I tahun depan. Namun, mereka tetap cenderung memilih produk-produk investasi berisiko rendah.

Sebanyak 54% dari total 200 responden yang dibidik pada survei HSBC Affluent Asian Tracker di Indonesia ternyata mengalami peningkatan kekayaan apabila dibandingkan dengan enam bulan sebelumnya. Bagi 88% responden di Indonesia, ternyata peningkatan itu diperoleh dari hasil kerjanya sebagai karyawan. Sementara itu, sekitar 59% responden mendapatkan peningkatan kekayaan juga dari hasilnya berwiraswasta.

Meski badai krisis ekonomi global melanda cukup hebat pada tahun 2008, kondisi Indonesia yang relatif positif ternyata memebrikan dampak baik bagi kenaikan kekayaan segmen premium di Indonesia. Tak kurang 51% segmen itu selanjutnya berencana meningkatkan investasi pada semester pertama tahun 2010.

Produk investasi dengan tingkat proteksi tinggi akan menjadi sasaran para segmen premium untuk memanfaatkan peningkatan kekayaannya agar semakin bertambah. Produk seperti reksadana, asuransi, deposito, dan properti akan menjadi favorit mereka untuk berinvestasi. Tipikal investor Indonesia adalah mencari keuntungan besar dengan berinvestasi pada produk yang memiliki risiko minim atau kecil.

Oleh karena itu, tidak mengejutkan apabila sekitar 71% responden yang mewakili kalangan premium Indonesia relatif berhati-hati dalam merancang perubahan rencana investasi. Hanya sekitar 10% segmen premium memiliki keterbukaan menerima produk investasi yang lebih besar.

Budaya enggan mencari pengetahuan mengenai strategi investasi cukup memberi andil besar dalam berinvestasi pada produk berisiko tinggi. Hal itu tercermin dari portofolio investasi yang akan dilakukan pada semester I tahun 2010. Sebagian investor segmen premium bermain aman dengan tidak mendiversifikasikan investasinya karena takut akan risikonya.

Lahan yang akan menjadi sasaran investasi pun tak jauh dari pandangan, cukup di Indonesia. Ketakutan akan tingkat risiko yang tinggi di tengah ekonomi dunia yang belum stabil membuat segmen premium enggan merambah pasar global. Padahal, Asia Pasifik dan Cina dianggap sebagai pasar investasi paling potensial dalam enam bulan mendatang.

Alasan lain mengapa segmen premium enggan mendiversifikasikan investasinya adalah karena memang tidak memiliki tabungan yang cukup besar untuk berinvestasi. Selain itu, sangat mungkin segmen premium Indonesia memiliki kekayaan paling rendah dibandingkan dengan negara lain yang cukup agresif dalam berinvestasi.

Berikut ini adalah hasil survei segmen pasar premium Indonesia:

Asal Kekayaan

  • Bekerja : 88%
  • Bisnis/bangun perusahaan : 59%
  • Warisan : 8%

Perilaku Investasi 6 Bulan Mendatang

  • Meningkatkan investasi : 51%
  • Tidak membuat perubahan : 29%
  • Mengetahui strategi investasi lebih mendalam : 9%
  • Diversifikasi : 6%

Jenis Investasi 6 Bulan ke Depan

  • Deposito : 67%
  • Asuransi jiwa : 45%
  • Unit link : 28%
  • Produk investasi terstruktur : 16%
  • Reksa dana : 9%

Sumber Nasihat Berinvestasi

  • Keluarga/kerabat : 73%
  • Bank : 54%
  • Teman : 26%
  • Rekan kerja : 21%

Rencana Pengeluaran 6 Bulan Mendatang

  • Properti : 56%
  • Mobil : 30%
  • Makan/hiburan/hobi : 23%
  • Studi/kursus : 20%
  • Petualang : 10%
  • Barang mewah/memborong : 8%

Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Berinvestasi

  • Memperoleh laba tambahan : 81%
  • Mendengar peluang investasi baru dari teman : 54%
  • Kabar baik tentang pasar : 39%
  • Suku bunga sangat rendah : 19%
  • Setelah konsultasi dengan penasihat keuangan : 12%
  • Saat pasar saham naik : 10%
  • Saat ada produk dan jasa keuangan yang baru : 10%
  • Saat pasar saham turun : 6%
  • Kabar buruk tentang pasar : 1%

Keterangan: Survei dilakukan terhadap 200 responden dan dilakukan dari tanggal 17 September – 2 Oktober 2009

Sumber:

Media Indonesia. Kamis, 10 Desember 2009